Rabu, 06 Juni 2007

Tentang MARKBYAR

Kata “MARKBYAR” terinspirasi oleh cerita tiga mahasiswa yang mencari tempat pondokan atau kos-kosan. Mereka adalah A(gus), B(udi) dan C(ahyono). Ketiga mahasiswa tadi menghadap Pak D(edi), pemilik kos “Wisma Terang”. Beda dengan tempat kos lainnya, Pak Dedi membuat aturan khusus bagi mahasiswa yang ingin mondok di situ. Aturan itu ialah: setiap mahasiswa yang mau indekos harus mampu menjawab pertanyaan Pak Dedi.
Maka, tiga mahasiswa tadi ditanya satu persatu, dengan pertanyaan yang sama. Maju pertama menghadap adalah Agus (mahasiswa baru dari Jakarta).
“Hai Mas Agus, apa yang pertama kali akan kamu lakukan begitu masuk kamar kos di rumah ini ?”, tanya Pak Dedi.
“Saya akan membuat tempat untuk menyimpan uang yang aman, terlindung dari pencurian. Sebab, bagi saya uang itu segalanya. Bayar SPP, beli buku, nraktir pacar, beli pulsa dan lainya sampai bayar kos dengan apa kalau tidak dengan uang?”
Ah, dasar orang kota metropolitan, pikirannya cuma uang melulu, batin Pak Dedi. “Saya harap Mas Agus mencari kos lain saja. Sepertinya sampean tidak cocok di rumah saya.” Pak Dedi membukakan pintu menyilahkan Agus berlalu.
Lalu menghadaplah Budi. Pak Dedi pun mengajukan pertanyaan yang sama.
“Hai Mas Budi, apa yang pertama kali akan kamu lakukan begitu masuk kamar kos di rumah ini ?”
Budi berpikir sejenak. Mahasiswa baru asal kota Yogyakarta yang berkaca mata tebal itu tentu saja tak ingin mengalami nasib sial seperti yang dialami Agus. Setelah beberapa menit berpikir, ia dengan optimis memberi jawaban.
“Saya akan mengisi kamar dengan banyak buku. Kalau perlu, sebagian besar ruangan dalam kamar itu akan saya penuhi dengan benda yang bernama buku. Sebab, buku itu gudangnya ilmu. Jadi, dunia mahasiswa itu identik dengan dunia buku. Mahasiswa tanpa buku, omong kosong namanya.”
Kali ini Pak Dedi tersenyum. Tapi senyum kecut. Ah dasar orang Yogya, mentang-mentang di sana gudangya penerbit, buku kau handalkan. “Mas Budi yang baik, saya kagum atas optimisme jawaban sampean. Namun, sepertinya sampean juga harus menyusul Agus untuk mencari kos lain. Terima kasih telah datang di rumah saya.”
Budi keluar dengan wajah lesu. Kemudian Pak Dedi memanggil Cahyono. Calon mahasiswa dari salah satu desa di pedalaman Indonesia (yang letak wilayahnya mungkin tak tergambar di peta) itu agak grogi begitu namanya dipanggil. Kembali pertanyaan serupa dilontarkan Pak Dedi.
“Mas Cahyono, apa yang pertama kali akan kamu lakukan begitu masuk kamar kos di rumah ini ?”
Kening Cahyono berkerut, tanda berpikir, agar tak mengalami nasib serupa dua temannya. Setelah beberapa saat ia menjawab pelan, tapi mantab: “Saya akan membersihkan kamar lalu menyalakan lampu”. (BERSAMBUNG)

Tidak ada komentar: